Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Di Balik Jeruji Muaro: Secercah Harapan Natal dan Esensi Pendewasaan Diri



PADANG – Di bawah langit Padang yang teduh pada Kamis pagi (25/12/2025), lonceng Natal tidak hanya bergema sebagai ritus keagamaan bagi warga binaan Kristen dan Katolik di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Padang. Bagi mereka, Natal tahun ini membawa "kado" konstitusional berupa Remisi Khusus—sebuah tanda bahwa perubahan perilaku di balik jeruji besi tidak pernah sia-sia.

Pemberian remisi ini bukanlah sekadar seremoni pemotongan masa hukuman. Di mata Kepala Lapas Muaro Padang, Junaidi Rison, remisi adalah sebuah pengakuan negara atas metamorfosis batin para penghuninya.

"Remisi bukanlah bentuk pengampunan atas kejahatan masa lalu, melainkan hak konstitusional bagi mereka yang telah membuktikan diri mampu menjemput perubahan," ujar Junaidi dengan nada tegas namun penuh empati.

Menakar Keadilan di Atas Angka

Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2022, remisi diberikan bukan sebagai "hadiah" cuma-cuma, melainkan hasil dari penilaian objektif dan terukur. Junaidi menekankan bahwa setiap hari yang dipangkas adalah buah dari kedisiplinan, ketaatan pada aturan, dan keaktifan dalam program pembinaan.

Di antara deretan nama penerima, terselip sosok Malindas Saleleubaja. Narapidana kasus korupsi asal Kepulauan Mentawai ini mendapatkan pengurangan masa pidana selama dua bulan. Kehadiran nama narapidana tipikor dalam daftar penerima remisi ini mempertegas bahwa di mata hukum, setiap warga binaan memiliki ruang yang sama untuk memperbaiki diri, sejauh persyaratan ketat dan kompensasi hukum telah terpenuhi.

Bukan Sekadar Angka, Tapi Motivasi

Senada dengan itu, Kepala Kanwil Ditjen PAS Sumatera Barat, Kunrat Kasmiri, memandang remisi sebagai instrumen strategis. Menurutnya, besaran remisi yang bervariasi antara 15 hari hingga 2 bulan merupakan cermin dari sejauh mana seorang narapidana mampu berdamai dengan masa lalunya dan berkomitmen pada masa depan.

“Proses ini berjalan transparan, berbasis sistem, dan jauh dari praktik transaksional. Ini adalah apresiasi negara bagi mereka yang sungguh-sungguh ingin kembali menjadi manusia yang utuh,” ungkap Kunrat.

Jalan Pulang Menjadi Pribadi Baru

Natal di Lapas Padang kali ini menjadi refleksi mendalam bahwa penjara bukan sekadar tempat mengurung raga, melainkan kawah candradimuka untuk menempa jiwa. Harapan besarnya sederhana namun bermakna dalam: agar saat pintu gerbang Lapas terbuka nanti, mereka yang keluar bukan lagi sosok yang sama dengan saat mereka masuk.

Pemberian remisi ini menjadi pengingat bahwa di balik tembok tinggi dan kawat berduri, kemanusiaan dan keadilan tetap berjalan beriringan, memberi jalan bagi setiap pribadi untuk kembali mengetuk pintu masyarakat sebagai warga negara yang baru, produktif, dan taat hukum.(SRP)