Padang - Pada Sabtu (13/9/2025) menjelang sore, langit Balai Gadang di Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, tampak cerah meski menyimpan hawa lembab khas daerah pesisir. Di sebuah rumah sederhana, suasana berbeda menyelimuti: hangat sekaligus haru. Kediaman wartawan Ridwan Syafriandi,, dipenuhi tamu istimewa rombongan Ikatan Kekeluargaan Wartawan Republik Indonesia (IKW RI) yang datang bukan sekadar membawa kata-kata, melainkan menghadirkan energi solidaritas yang tulus.
Rombongan dipimpin langsung oleh Ketua IKW RI, Davit Effendi, didampingi Sekretaris Marzuki Rahman Htb, serta sejumlah pengurus dan anggota. Mereka melangkah dengan senyum, menyapa keluarga, dan kemudian duduk bersama di ruang tamu yang sederhana. Tidak ada formalitas berlebihan; justru kesahajaan yang menonjol. Sapaan hangat, pelukan erat, dan doa yang dipanjatkan bersama menghadirkan nuansa yang sulit digambarkan dengan kata-kata: rasa kebersamaan yang murni.
Bagi Ridwan, yang kini tengah berjuang memulihkan kesehatan, kehadiran rekan-rekan sejawat itu lebih dari sekadar kunjungan. Saat ia menyambut dengan senyum tulus, meski wajahnya masih tampak lemah, terlihat jelas bahwa perhatian itu menyuntikkan semangat baru dalam dirinya.
“Wartawan Itu Satu Tubuh”
Dalam kesempatan itu, Davit Effendi menyampaikan pesan yang menyentuh hati. Ia menegaskan bahwa jurnalis bukan hanya kumpulan individu yang bekerja untuk mencari berita, melainkan juga sebuah keluarga besar yang saling menopang.
“Kami datang bukan hanya untuk menjenguk, tapi juga untuk memberikan semangat, dukungan moral, dan doa agar saudara kita Ridwan Syafriandi segera pulih. Wartawan itu ibarat satu tubuh: ketika satu bagian sakit, kita semua ikut merasakan,” ujar Davit penuh empati.
Ucapannya disambut anggukan setuju dari para anggota yang hadir. Mereka sadar, profesi wartawan kerap dipandang keras dari luar: kejar deadline, bergelut dengan fakta di lapangan, dan kadang mengorbankan kesehatan demi sebuah berita. Namun di balik semua itu, wartawan tetap manusia biasa dengan hati yang membutuhkan kehangatan, dan tubuh yang bisa lelah.
Momen Penuh Makna di Ruang Sederhana
Ruang tamu tempat pertemuan itu berlangsung tidak megah, tetapi justru di situlah kesan mendalam terasa. Obrolan ringan tentang kenangan lama membuat suasana cair. Tawa kecil terdengar sesekali, namun tak jarang juga diselingi haru saat ada yang menyampaikan pesan penguatan untuk Ridwan.
Di tengah obrolan, doa bersama dipanjatkan, dipimpin oleh salah seorang anggota IKW. Tangis tertahan dari keluarga yang mendampingi seolah menegaskan: perhatian kolegial ini bukan hanya meringankan beban Ridwan, tetapi juga menghadirkan kekuatan baru bagi orang-orang terdekatnya yang ikut merawatnya.
Ridwan sendiri, dengan suara bergetar, menyampaikan rasa terima kasihnya.
“Saya sangat berterima kasih kepada Ketua IKW, para pengurus, dan seluruh kawan-kawan wartawan yang sudah meluangkan waktu datang ke rumah saya. Kehadiran kalian adalah kekuatan tersendiri. Doa dan perhatian ini sangat berarti bagi saya dan keluarga. Semoga Allah membalas semua kebaikan ini,” ucapnya, membuat suasana hening sejenak.
Solidaritas yang Melebihi Etikete
Jika dilihat sepintas, kunjungan ini tampak sederhana: hanya beberapa orang menjenguk seorang sahabat yang sakit. Namun bagi komunitas pers, momen seperti ini menyimpan makna lebih dalam. Ia menjadi simbol bahwa wartawan, di balik identitas profesionalnya, tetaplah manusia yang saling membutuhkan dukungan.
Davit Effendi kembali menegaskan pesan kebersamaan:
“Kebersamaan seperti ini adalah energi yang membuat kita semakin kuat. Wartawan harus saling menjaga, karena di balik profesi yang keras, kita tetap manusia biasa yang membutuhkan dukungan dan kasih sayang.”
Pesan ini menggema lebih jauh dari ruang tamu kecil itu. Ia seperti mengingatkan seluruh komunitas pers bahwa jurnalisme bukan hanya tentang headline atau breaking news, melainkan juga tentang bagaimana komunitasnya saling merawat ketika ada yang tertatih.
Lensa Lebih Luas: Mengapa Solidaritas Wartawan Penting?
Kunjungan ini membuka percakapan lebih besar: tentang nasib para pekerja media yang kerap bekerja tanpa jaminan sosial memadai. Terutama bagi wartawan lepas atau mereka yang telah memasuki usia lanjut, kondisi sakit bisa menjadi beban berat, bukan hanya secara fisik tetapi juga finansial.
Dalam konteks itu, organisasi profesi seperti IKW RI hadir bukan hanya sebagai wadah formal, tetapi juga sebagai rumah kedua. Sebuah tempat di mana para wartawan bisa merasa aman, dihargai, dan dirawat ketika kondisi sulit menimpa. Solidaritas yang ditunjukkan pada Ridwan adalah contoh nyata bahwa nilai kekeluargaan masih hidup di tengah dunia pers yang sering dipersepsikan keras dan dingin.
Harapan yang Menguatkan
Pertemuan hari itu akhirnya ditutup dengan doa penuh harap. Meski kondisi kesehatan Ridwan masih membutuhkan waktu untuk pulih, semangat yang ia terima dari kolega-koleganya jelas menjadi obat tersendiri. Bagi mereka yang hadir, peristiwa sederhana ini meninggalkan pesan besar: kekuatan jurnalisme sejati tidak hanya diukur dari berita yang ditulis, tetapi juga dari bagaimana komunitasnya saling menjaga.
Saat rombongan IKW RI meninggalkan rumah, aura kehangatan dan harapan masih terasa kental. Ada optimisme yang menyelinap, baik bagi Ridwan maupun bagi seluruh wartawan yang hadir. Solidaritas semacam ini diharapkan menjadi inspirasi bagi komunitas pers di berbagai daerah: bahwa di tengah kerasnya profesi, nilai kekeluargaan dan kepedulian harus tetap terjaga.
Kunjungan IKW RI ke rumah Ridwan Syafriandi bukan sekadar catatan kecil dalam agenda organisasi, melainkan cermin nyata bahwa jurnalisme sejati hidup dari solidaritas. Di ruang sederhana di Balai Gadang itu, wartawan membuktikan bahwa di balik pena dan kamera, ada hati yang saling menguatkan.(*)
0 komentar:
Posting Komentar