Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Membasuh Luka dengan Cerita: Kala Literasi Menjadi Penawar Trauma di Huntara Koto Tangah




PADANG — Di bawah atap Hunian Sementara (Huntara) Koto Tangah, sisa-sisa aroma lumpur dan kenangan getir banjir perlahan terkikis oleh riuh rendah tawa anak-anak. Selasa (16/12), suasana pengungsian yang biasanya dibalut getir berubah menjadi panggung imajinasi saat Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Padang hadir membawa "obat" yang tak berasal dari apotek: Literasi.

Bagi 99 kepala keluarga asal Koto Tangah dan Kuranji, kehadiran tim literasi ini bukan sekadar kunjungan seremonial. Di tengah keterbatasan hidup dalam pengungsian, aspek psikososial—terutama bagi anak-anak—seringkali terlupakan. Padahal, luka di ingatan akibat bencana seringkali lebih dalam daripada kerusakan fisik yang tampak.

Dongeng sebagai Ruang Aman

Bersama Uni dan Uda Puspa, Ikon Literasi Inklusi Kota Padang, anak-anak pengungsian diajak bertamasya ke dunia fiksi yang hangat. Melalui lembar-lembar buku bergambar dan narasi dongeng yang jenaka, ketakutan akan air yang meninggi seolah luruh, digantikan oleh binar rasa ingin tahu.

"Anak-anak adalah kelompok paling rentan secara psikologis. Melalui cerita, kami ingin merajut kembali rasa aman dan harapan yang sempat koyak akibat bencana," ujar salah satu pendamping di lokasi.

Lebih dari Sekadar Membaca

Upaya pemulihan ini dirancang secara holistik. Sementara anak-anak tenggelam dalam dunia dongeng, para ibu dan orang tua diberikan pendampingan keterampilan memasak. Langkah ini merupakan strategi cerdas untuk membangun kembali ketahanan keluarga dan optimisme kolektif di masa sulit. Produktivitas di tengah keterbatasan dipercaya mampu menjaga api semangat warga agar tidak padam oleh rasa putus asa.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Padang, Heriza Syafani, S.STP., M.PA, yang turun langsung ke lapangan, menegaskan filosofi di balik gerakan ini. Baginya, pemulihan pascabencana adalah kerja kemanusiaan yang harus menyentuh sisi emosional.

"Pemulihan pascabencana tidak boleh hanya berorientasi pada beton dan pembangunan fisik semata. Literasi memiliki peran strategis untuk menyentuh aspek mental dan emosional, menghadirkan cahaya bagi mereka yang sedang berjuang di situasi darurat," tegas Heriza.

Menanam Harapan di Tengah Duka

Kehadiran Dinas Perpusip di Huntara Koto Tangah membuktikan bahwa literasi kini telah bertransformasi. Ia tidak lagi kaku di rak-rak buku perpustakaan yang sunyi, melainkan menjelma menjadi instrumen inklusif yang mampu merangkul jiwa-jiwa yang sedang lara.

Di tengah sunyinya tenda pengungsian, literasi hadir bukan sebagai sekumpulan teks, melainkan sebagai jembatan untuk bangkit. Melalui cerita dan kepedulian, Kota Padang sedang menanam benih-benih ketangguhan, meyakinkan setiap penyintas bahwa meski banjir melanda, harapan harus tetap mengalir.(SRP)