Padang-sumateraline-
Fenomena kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan, baik anak-anak maupun remaja, dapat dibaratkan dengan fenomena gunung es yang sulit tercairkan, karena disinyalir masih banyak yang tidak terungkap. Kondisi ini bisa jadi karena orang tua memang menutupinya karena malu, atau minimnya pemahaman terkait penanganan hukum kasus kekerasan seksual pada perempuan. Logis adanya, jika kekerasan seksual pada perempuan masih menjadi persoalan yang tidak kunjung tuntas. 

Catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menerangkan  bahwa setiap dua jam terdapat tiga perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Akhir 2017 lalu tercatat terdapat 65 kasus yang dilaporkan ke Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR) Komnas Perempuan. Yang menyedihkan, sebagian besar dilakukan oleh orang yang dekat dengan korban seperti pacar, mantan pacar, dan suami.  Di sisi lain, Komnas Perempuan juga mencatat pada 2014 terdapat 4.475 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan, 2015 sebanyak 6.499 kasus, 2016 sebanyak 5.785 kasus dan pada 2017 tercatat ada 2.979 kasus kekerasan seksual di ranah KDRT atau relasi personal serta sebanyak 2.670 kasus di ranah publik atau komunitas.


Berlatar belakang dari fakta tersebut, maka perlu adanya tindakan preventif, baik dari pemerintah maupun dari kalangan akademisi dalam memberikan penyuluhan untuk mengantisipasi kekerasan seksual terhadap perempuan yang mungkin saja bisa terjadi kapanpun dan oleh siapapun, termasuk di lingkungan masyarakat hingga lingkungan pendidikan.

Logis jika posisi perempuan inipun mendapat perlindungan dari pemerintah, termasuk perempuan dalam lingkungan pendidikan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menerbitkan Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Tinggi atau Permen PPKS. Langkah ini merupakan komitmen serius Kemendikbudristek dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan Indonesia untuk memastikan terpenuhinya hak dasar atas pendidikan bagi seluruh warga negara. Dilingkungan masyarakat pun, perlindungan terhadap perempuan juga tetap digalakkan, demi tercapainya kehidupan yang aman dan terlindungi bagi perempuan.

Melihat permasalahan tersebut, Lima orang Dosen yang tergabung dari dua perguruan tinggi yang ada di Sumatera Barat, yaitu Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat dan Universitas PGRI Sumatera Barat, yakni Dr. Sasmiar, M.A., Ranti Nazmi, M.Pd., Erningsih, S.Sos., M.Pd., Reindy Rudagi, SH., MH., dan Jamurin, SH., MH., menggelar kegiatan Pengabdian Masyarakat di Jorong Kalumpang, Kabupaten Sijunjung, pada tanggal 3 September 2022. Kegiatan ini juga dibantu oleh dua orang mahasiswa, yaitu Muthya Rahmi dan Wiwin Amelia Nelma.

Menurut Ketua Tim Pengabdian pada Masyarakat ini, Sasmiar menerangkan bahwa tema kegiatan adalah Pendampingan Remaja Putri dalam Peningkatan Pencegahan Kekerasan Seksual di Jorong Kalumpang, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Lebih lanjut dikatakan juga bahwa “Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh maraknya kasus-kasus kekerasan seksual dan kekerasan seksual yang dialami oleh remaja putri” (3/9/2022). 

Dilanjutkan oleh Ranti Nazmi, bahwa “kasus kekerasan terhadap perempuan ini merupakan hal yang sangat ironis karena dapat terjadi dimana saja bahkan di lingkungan sekolah atau keluarga mereka. Dampak yang ditimbulkanpun sangat berat seperti stress, cemas, depressi, penurunan kemampuan kognitif hingga bunuh diri,” ucapnya (3/9/2022).

Erningsih pun meneyebutkan “bahwa anak perempuan tidak bisa selama 24 jam bersama orang tuanya, pasti dia akan bersosialisasi dengan lingkungan, baik masyarakat maupun sekolah, sehingga sangat sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan anak perempuan ini mengenai kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri jika mengalami kekerasan seksual”.

Dalam kesempatan yang sama, Sasmiar menyatakan bahwa “Sejalan dengan gencarnya upaya pemerintah untuk memebrikan perlindungan terhadap perempuan, serta di lingkup pendidikan melalui Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, maka kegiatan pengabdian masyarakat ini dilaksanakan dengan mengusung ide upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual pada remaja putri” tutupnya (3/9/2022).(***)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top